Pertanyaan :
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, Apakah jumlah penduduk dunia telah terlalu banyak (over populated) ? Bukankah jika jumlah penduduk dunia terlalu banyak dapat menyebabkan kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial kemasyaratan dan krisis pangan ?
Jika benar, berarti kita harus mengurangi jumlah penduduk dunia ! Mohon penjelasannya….
Wassalam
Jawaban :
Wa’alaikum Salam Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrohim, assholatu wassalamu ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbih wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumiddin, amma ba’du,
Saudara penanya, pertumbuhan populasi yang meningkat sering dijadikan kambing hitam sebagai sebab langkanya pangan. Kesimpulan ini diyakini sebagai sebab adanya kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial kemasyaratan. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga tidak akan berhasil apabila angka pertumbuhan populasi tidak dikontrol. Itu sebabnya lembaga internasional dan pemerintahan mengembangkan dan menerapkan strategi untuk mengontrol angka pertumbuhan di dunia ketiga. Meledaknya angka populasi ini dinamai ‘over’, berimplikasi pada penggunaan sumber daya yang habis-habisan untuk menunjang besarnya pertumbuhan populasi tersebut dan mengakibatkan ketidakstabilan global.
Ketika asumsi-asumsi tersebut dicermati, maka tampaklah bahwa populasi bukanlah kambing hitam yang selama ini dipercaya, namun justru agenda politik yang menyebabkan bencana dibanyak belahan dunia. Agenda ini bermaksud untuk mengalihkan masyarakat awam dari faktor penyebab yang sesungguhnya yaitu gaya hidup, konsumerisme, pemiskinan, dan penindasan dunia ketiga oleh dunia barat.
Saudara penanya, Negeri-negeri maju seperti Jepang, Rusia, Jerman, Swiss dan Eropa Timur saat ini mengalami dilemma seperti menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk karena rendahnya angka kelahiran. Negara-negara di Barat lainnya juga pasti akan mengalami penurunan populasi kalau saja tidak adanya imigrasi dari penduduk negeri lainnya. Menurunnya jumlah penduduk di Barat dibandingkan dengan negeri-negeri lain seperti negeri dunia Islam, menyebabkan penduduk di negeri muslim memiliki hak suara yang lebih tinggi dalam percaturan kelembagaan internasional karena populasinya yang meninggi.
Isu tentang jumlah populasi ini sering digunakan untuk menjatuhkan negeri yang berpopulasi besar sehingga bisa mengurangi ancaman pengaruh dari negeri tersebut di masa mendatang. Contohnya, Turki. Kalau saja Turki bisa masuk ke dalam keanggotaan Uni Eropa, jumlah penduduk Turki sebesar 70 juta jiwa adalah jumlah kedua terbesar di parlemen Eropa. Lebih jauh lagi, demografi Turki akan menyalip Jerman dalam jumlah perwakilan di parlemen Eropa pada tahun 2020. Keanggotaan Turki juga akan mempengaruhi arah masa depan Uni Eropa seperti rencana perluasan, sebagai dasar penolakan Valery Giscard d’Estaing dari Perancis terhadap masuknya Turki ke Uni Eropa (”The ins and outs: The EU’s most effective foreign-policy instrument has been enlargement. But how far can it go?” The Economist, March 2007, http://www.economist.com/research/ articles BySubject/displaystory.cfm?subjectid=682266&story_id=8808134). D’estaing mengatakan bahwa masuknya Turki akan berlanjut pada keinginan Maroko untuk ikut bergabung pula.
Walhasil, dunia ini sebetulnya tidak atau belum mengalami ledakan populasi (over populated). Hanya Dunia Barat saja yang rakus. Dunia Barat telah mengkonsumsi 50% dari sumber daya alam terpenting abad ke 21, tapi hanya memproduksi kurang dari 25% saja. Kerakusan Barat ini jauh melampaui kebutuhan Cina dan India terhadap energi. Khususnya, AS hanya memproduksi 8% minyak, namun mengkonsumsi 25% jumlah minyak yang ada. Jumlah penduduk Barat sekitar 20% dari populasi dunia, namun menghabiskan 80% dari produksi pangan. Kerakusan merupakan salah satu karakteristik diterapkannya sistem ekonomi kapitalistik sebagaimana tersirat dalam buku “The Wealth of Nation”-nya Adam Smith. [ ]
M. Sholahuddin, SE, M.Si adalah dosen tetap Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam UMS, Kepala Laboratorium Manajemen UMS. Penulis beberapa buku ekonomi Syariah ini menyelesaikan pendidikan master bidang ekonomi dan keuangan Syariah pada Universitas Indonesia (2005). Selain aktif mengajar, research, dan mengikuti berbagai seminar ekonomi Syariah, Sholahuddin juga giat berdakwah bersama Hizbut Tahrir. Saat ini memegang amanah sebagai HUMAS HTI Soloraya.
0 comments:
Post a Comment