Zain Rahman El-Palembangi*
Situasi saat ini, benar-benar mencemaskan. Pemerintah negeri ini tidak lagi mempedulikan kesejahteraan rakyatnya, sementara banyak pula masyarakat yang mulai acuh terhadap nasib negeri ini.Masyarakat telah menjadi frustasi, tertekan bahkan seringkali mengambil kekerasan dalam penyelesaian masalah. Kenaikan BBM telah menjadi sarana ladang kemungkaran yang amat besar. Kenaikan harga BBM ini berimbas pada segala bidang bukan saja pada ekonomi, namun hampir semua sendi kehidupan terkena.
Aneh memang seharusnya negeri ini sedang menikmati keuntungan luar biasa. Namun, dengan alasan aneh yang mengatakan bahwa APBN akan semakin menipis maka tidak ada upaya lain selain mengurangi subsidi BBM terhadap rakyat. Pada faktanya, 339,28 juta barrel per tahun dihasilkan dan menurut perhitungan Kwik Kian Gie, negeri ini seharusnya untung Rp. 82 Trilyun(Koraninternet.com). Ketika harga minyak mentah turun sampai sekitar US$ 57 dan Wapres JK ditanya wartawan apakah harga BBM akan diturunkan, beliau menjawab “tidak”. Lantas harga minyak meningkat sampai US$ 80. Wartawan bertanya lagi kepadanya, apakah harga BBM akan dinaikkan? Dijawab : “Tidak, dan tidak akan dinaikkan walaupun harga minyak mentah meningkat sampai US$ 100 per barrel.” Pada akhirnya, Presiden SBY memmutuskan menaikkan harga BBM yang makin membuat rakyat tercekik.
Pemerintah pun berupaya mengadu domba para Mahasiswa yang gigih menyuarakan agar BBM tidak naik dengan aparat keamanan yang sebenarnya tidak berada dan ikut campur dalam kedzhaliman pemerintah ini. Sehingga lamban-laun opini yang muncul adalah aksi mahasiswa selalu anarkis dan mengakibatkan perlawanan terhadap polisi yang pada akhirnya menguburkan opini utama yaitu menolak kenaikan BBM. Lihat apa yang terjadi di UNAS, Baabullah(Ternate), Makassar,
Kenaikan BBM dengan rata-rata 28,33% bukan hanya memberatkan masyarakat, namun juga para pengusaha. Bohong bila ada yang mengatakan bahwa dengan kenaikan BBM ini, para pengusaha itu akan lepas dari kebangkrutan. Karena pengusaha yang diuntungkan dengan peristiwa ini adalah mereka yang menjadi sahabat dekat sekaligus kroni para penguasa. Menurut ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Moneter dan Fiskal, Bambang Soesatyo menilai, kenaikan harga BBM yang sangat besar bersifat destruktif terhadap kesejahteraan masyarakat, karena dikhawatirkan akan menimbulkan peningkatan jumlah warga miskin.(Suara Islam, edisi 44). Kita juga tahu, pemerintah hanya memberi BLT itu kepada warga miskin sedangkan mereka yang berada dalam posisi hampir miskin pun akan menajdi beban baru. Pemberian Rp. 100.000,00/bulan sebagai kompensasi naiknya harga BBM hanya akan menjadikan masyarakat kita menjadi masyarakat peminta-minta. Ini justru bertentangan dengan iklan layanan masyarakat bertema “Indonesia Bisa” yang diperankan Deddy Mizwar yang salah satu bunyinya “Bangkit itu malu, Malu menjadi Benalu, Malu minta-minta melulu.” Ironisnya para pemimpin negeri ini menjadi benalu bagi rakyatnya, membuat keputusan yang tak searah dengan kepentingan masyarakat. UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Listrik dan berbagai UU digulirkan hanya untuk kepentingan swasta dan asing yang mencengkram bumi Indonesia. Selain itu, para penguasa ini tidak pernah merasa malu menjadi kaki tangan barat, bahkan dengan senyum simpul mereka menorehkan tanda tangan untuk menjadi peminjam yang sebenarnya batil, yaitu memebebankan utang dan bunga yang harus dibayarkan oleh rakyat Indonesia tapi rakyat sendiri kecipratan dana pinjaman ini pun hanya sekian persen karena sebagian besar pinjaman untuk mereka yang dekat dengan para penguasa.
Kenaikan BBM bukanlah solusi yang terakhir, bahkan bukan merupakan jalan keluar. Karena pada dasarnya kenaikan BBM adalah tindakan dzalim pemerintah. Solusi-solusi yang ditawarkan pun sebenarnya mampu ditegakkan asalkan pemerintah tegas dalam bertindak dan tidak mencla-mencle. Yaitu, memberikan kemudahan dan dana bantuan kepada unit-unit usaha mikro, mempermudah dalam memberikan bantuan dalam bidang pertanian, perdagangan, dan perikanan. Selain itu, menasionalisasi perusahaan tambang asing dan dikelola secara mandiri oleh pemerintah untuk kemakmuran rakyat, penghematan anggaran deaprtemen-departemen dan dinas-dinas pemerintahan semisal mengurangi kunjungan ke luar negeri, menata kembali tata-niaga migas, dan melakukan solusi fundamental yaitu mengganti sistem kapitalisme yang bersifat self-Destructive ini dengan sistem Islam yang telah nyata-nyata pernah diteapkan selama 13 abad lamanya yang memberikan kemakmuran bagi warganya, ironis memang kalau banyak kita jumpai berbagai macam penolakan sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam ini malah ditentang dan dengan terang-terangan dihinakan dan dicampakkan oleh orang yang mengaku dirinya Muslim. Ada banyak hal yang melatar belakanginya selain karena tertutupinya dan terkaburkannya informasi-informasi sejarah mengenai kejayaan Islam dahulu, oleh para propagandis kafir barat yang dengan terang-terangan mencoba menutupi dan terus menghalangi sebagian kaum muslim yang mencoba menyadarkan ummat dan mencoba menyuarakan Islam ditengah-tengah umat sebagai sebuah Idiologi yang sohih dan sempurna, ditengah keterpurukan dan kebobrokan dua Idiologi di dunia ini. Seyogyanya kita harus bangga dan tidak malu-malu menyuarakan Islam sebagai sebuah solusi yang fundamental ditengah kebimbangan dan kebosanan masyarakat yang mengalami berbagai keterpurukan akibat diterapkannya sistem kapitalis di negeri yang dianggap kaya ini bahkan akan condong kearah neo liberal, yang nyata-nyata tidak berpihak terhadap rakyat.
Kenapa harus Islam sebagai satu-satunya Solusi? Islam bukan saja membuat orang terpenuhi dahaga ruhaniahnya, namun islam mampu memuaskan akal dan pikiran serta menjawab tantangan dari berbagai masalah yang melanda ummat. Sehingga dengan islam kemuliaan ummat ini akan terjaga, serta dengan sendirinya cahaya ilahi itu akan menerangi kembali dunia serta membawa angin kedamaian dan kesejahteraan.
*Penulis adalah Kepala Deputi Kominfo Propaganda Harian Masjid Raya Ibnu Sina DKM Unpad, aktif juga di lembaga LP2I, serta owner blog: www.suara-islam.info
0 comments:
Post a Comment