Para orangtua perlu ekstra hati-hati karena tayangan pornografi di televisi ternyata memancing hasrat melakukan tindakan seksual. Penelitian di Kota Palembang, Sumatera Selatan, 77 persen responden menyatakan terpancing hasratnya melakukan tindakan seksual setelah menyaksikan adegan pornografi. Di Semarang, Jawa Tengah, sebanyak 63 persen responden.
Peneliti Senior dalam Bidang Komunikasi dan Opini Publik Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof Rusdi Muchtar MA, mengemukakan hal itu, Sabtu (2/2) di Jakarta
“Timbulnya kasus-kasus seputar kehamilan tidak dikehendaki di kalangan remaja, kekerasan seksual, penyakit menular seksual pada remaja, bahkan aborsi, tak lepas dari dampak tayangan pornografi di televisi,” katanya.
Hasil penelitian realitas subyektif ini seakan menegaskan, tayangan televisi kita sekarang ini dapat membentuk budaya massa yang cenderung negatif.
Menurut Rusdi, kasus yang cukup serius adalah berhubungan seks di luar nikah. Oleh remaja elite lebih tinggi persentasenya, yakni 4 persen, dan remaja nonelite 2 persen. Sementara dewasa elite dan non-elite sama-sama 1 persen. Tontonan itu juga menyebabkan ketagihan menikmati tayangan porno.
Penelitian yang dilakukan Rusdi Muchtar bersama Masayu S Hanim, Rochmawati, dan Santi Indra Astuti tahun 2006 itu juga mengungkap betapa responden lebih terbuka mengungkapkan keterlibatan mereka.
Tegakkan fungsi sosial Peneliti merekomendasikan perlunya kesadaran bersama untuk menegakkan fungsi sosial media massa, khususnya televisi, sehingga televisi tidak menjadi sumbat yang gagal mencerdaskan masyarakatnya.
Oleh karena itu, perlu upaya media literacy (melek media) untuk mengatasi picture illiteracy (buta media) dan meningkatkan kekritisan masyarakat.
Langkah ini diperlukan terutama ketika intervensi negara dikhawatirkan mengembalikan rezim otoritarianisme dalam mengatur media.
0 comments:
Post a Comment