Tabloid Suara Islam Edisi 34 Tanggal 21 Desember 2007 - 3 Januari 2008 M/11 - 24 Dzulhijah 1428 H
Monday, 11 February 2008
Sejatinya ulama atau tokoh Islam itu berada di garda terdepan dalam memperjuangkan syariat Islam. Karena mereka itu yang tahu tentang isi Alquran dan Assunnah. Tentang hukum-hukum Allah dan kewajiban menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sample ImageNamun sayang di negeri ini tidak sedikit tokoh yang dianggap ulama namun tidak setuju dengan penerapan syariat Islam oleh negara. Padahal menurut Dr Daud Rasyid, ada beberapa hukum yang tidak bisa tidak harus ada kekuasaan yang menopang dan menja-lankannya.
Pakar hadits ini mengatakan, adanya tokoh Islam yang menolak syariah Islam, salah satu sebabnya adalah karena terpengaruh oleh cara berpikir Barat yang bersifat sekuleristik. “Agama bagi mereka dianggap masalah pribadi individu manusia. Tidak boleh dicampuri oleh negara,” ujarnya.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang analisa kenapa banyak tokoh Islam yang menolak syariah Islam, berikut wawancara Pendi Supendi, wartawan Tabloid Suara Islam dengan dosen UIN Bandung ini.
Sejauh mana urgensi syariah Islam dalam kehidupan kaum muslimin saat ini?
Di mana pun umat Islam berada, di periode apa pun, syariah Islam itu harus diberlakukan, karena itu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar. Itu terkandung dalam sejumlah ayat dalam Alquran yang secara transparan menerangkan tentang wajibnya member-lakukan syariah Islam.
Bagaimana hubungannya dengan kekuasaan?
Syariah Islam itu ada yang bersifat individual dan ada yang bersifat publik. Hal-hal yang bersifat individual itu bisa dilaksanakan tanpa campur tangan kekuasaan. Sementara ada beberapa hukum Islam yang memang tidak bisa tidak harus ada kekuasaan sebagai penopangnya atau yang menjalankannya. Di antaranya adalah berkaitan dengan hukum pidana Islam. Hukum Islam ini tidak bisa dijalankan jika tanpa didukung dengan kekuasaan. Demikian juga dalam soal perkawinan, itu diperlukan kekuasaan. Dalam sebuah hadits dikatakan hakim bisa menjadi wali bagi orang yang tidak memiliki walinya. Jadi banyak hal ya, Islam itu perlu didukung oleh kekuasaan. Sehingga untuk terlaksananya syariah Islam itu tidak boleh tidak harus terwujud dalam kekuasaan.
Dalam soal apa saja kepatuhan kepada syariah itu?
Ya, sebagai Muslim, wajiblah kita patuh dan tunduk kepada aturan syariah, dalam semua persoalan. Kita tidak hanya patuh kepada syariah dalam persoalan ibadah mahdhah seperti shalat, puasa, haji dan zakat. Sementara bidang lain di luar ibadah mahdhah, kita berkiblat kepada hukum yang dibuat manusia, apalagi hukum yang dibuat orang-orang non Muslim (Hukum Belanda, Perancis yang berpangkal dari hukum Romawi Kuno).
Tapi kenapa negeri-negari Islam cenderung lari dari aturan syariah?
Ini adalah pertanyaan yang agak kompleks. Kita tidak dapat memvonis bahwa masyarakat muslim sudah meninggalkan hukum Allah yang berkonsekuensi kekafiran, kefasikan dan kezaliman. Untuk sementara kita bisa mengatakan, bahwa umat Islam secara umum dengan mengecualikan penguasanya, sebenarnya menginginkan syariah itu diaplikasikan dalam kehidupan formal.
Di beberapa negara, seperti Mesir, pernah dilakukan referendum untuk mengetahui sejauh mana animo masyarakat terhadap pelaksanaan syariah. Ternyata hasilnya di luar dugaan, mayoritas warganya menyetujui pelaksanaan syariah. Ini tentunya bukanlah masalah Mesir saja, tetapi di hampir seluruh negeri Muslim juga berlaku demikian. Bagaimana kita mengambil kesimpulan seperti itu? Apabila di sebuah negara, pelaksanaan ibadah seperti shalat, atau puasa, mendapat perhatian dari warga Muslimnya, maka di sana sebenarnya terdapat bukti kuat, bahwa masyarakat itu cinta kepada syariah.
Bisa dijelaskan sebenarnya cakupan syariah Islam itu?
Syariah sebagai sebuah sistem hukum dalam Islam bersifat komprehensif, mencakup berbagai bidang hukum yang biasa dikenal oleh sistem hukum modern. Jadi syariah Islam mencakup aspek publik dan privat dari hukum yang ada. Bidang-bidang hukum publik, demikian pula bidang-bidang hukum privat, semuanya terkandung di dalam sistem hukum syariah. Misalnya Hukum Pidana, Tata Negara, Administrasi Negara, Internasional Publik, Hukum Acara dan cabang-cabang hukum public lainnya, dikenal pula di dalam sistem Syariah. Sebagaimana halnya hukum Perdata, keluarga, dagang, Internasional Privat juga diatur di dalam Syariah. Jadi pembidangan di dalam sistem syariah juga didapatkan seperti yang ada di dalam sistem hukum lainnya. Karena kaidah-kaidah dan materi-materi hukum dalam bidang-bidang tersebut didapatkan juga dalam sistem hukum Syariah. Adalah kekeliruan besar, menganggap bahwa syariah hanya mengatur persoalan hubungan manusia dengan pencipta (Allah Subhanahu wa Ta'ala). Sebuah pendapat yang biasa dianut oleh sarjana-sarjana hukum Barat dan kaum sekularis. Karena mereka menyejajarkan Islam dengan agama-agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha dan lainnya. Islam sama sekali tidak sama dengan agama-agama lain.
Di sinilah titik perbedaan utama antara cara pandang kalangan sarjana hukum Barat dengan sarjana-sarjana muslim. Sarjana Barat memasukkan aturan-aturan (hukum) Islam ke dalam norma-norma agama sebagaimana norma-norma lainya seperti adat istiadat yang ada di masyarakat tertentu, yang berarti ketentuannya tidak tertulis. Kemudian keharusan untuk tunduk kepada aturan-aturan norma itu diserahkan kepada pribadi warga masyarakat masing-masing, dan sanksinya tidak bersifat fisik. Akan tetapi, aturan-aturan (hukum) Islam sesungguhnya sama persis seperti norma hukum yang berlaku di negara-negara modern. Aturan-aturannya tertulis dan jelas. Aturan-aturan itu bersifat memaksa, yang jika dilanggar, mempunyai konsekuensi hukuman (penalti), dan hukuman itu juga bersifat fisik, bukan saja hukuman moral seperti hukum adat.
Lalu sebenarnya apa yang menjadi penghalang pelaksanaan syariah itu?
Yang menjadi penghalang dalam soal pelaksanaan syariah ini adalah penguasa dan sistemnya, yang memang dipegang oleh orang-orang yang dididik untuk tidak suka kepada syariah tadi. Atau kalaupun mereka masih berpihak kepada syariah, tetapi, mereka khawatir akan kekuasaan yang lebih global dari kekuasaan negara setempat. Kekuasaan global itu (imperialis) sudah memperingatkan penguasa lokal bahkan sudah sampai memberi ancaman, bahwa jika syariah Islam itu diterapkan, mereka tidak akan tinggal diam, akan memboikot negeri tersebut secara ekonomi, politik, militer dan lain-lain.
Tapi kenapa banyak tokoh Islam saat ini juga menolak syariah Islam?
Ya.. banyak faktor. Yang pertama mereka itu banyak terpengaruh oleh cara berpikir Barat yang bersifat sekuleristik. Agama bagi mereka dianggap masalah pribadi individu manusia. Tidak boleh dicampuri oleh negara. Dan sekularisme itu menjalar di umat Islam, dan yang menjadi korbannya para intelektual muslim. Yang kedua bisa jadi apa yang mereka lakukan itu terpaksa. Karena ada upaya ingin menegakkan kekuasaan Islam itu tantangannya sangat berat. Akhirnya mereka ini berpikir, sudahlah tidak usahlah dibicarakan lagi tentang syariah Islam oleh umat Islam. Yang perlu kita laksanakan ya ajaran-ajaran yang sifatnya pribadi.
Kemudian yang ketiga disebabkan oleh tergiurnya mereka dengan pola yang berkembang di Barat, yakni negara tidak lagi ikut bercampur dalam soal urusan agama. Bahkan di antara mereka ada yang beranggap Islam itu sudah terbelakang. Nah ini yang berbahaya. Artinya mereka itu menganggap Islam produk yang tidak layak lagi sehingga tidak perlu dijalankan lagi. Kalau mengangap seperti ini, maka dilihat dari sisi akidah ia sudah keluar dari akidah Islam.
Jadi sebenarnya karena faktor ketidaktahuan atau karena sengaja?
Kasusnya berbeda-beda. Ada yang memang sengaja. Yaitu mereka sudah terpengaruh sekularisme Barat, sehingga sudah secara sadar menganggap bahwa syariah Islam ini tidak perlu diperjuangkan dalam kekuasaan.
Padahal kalau kita lihat sejarah, di tahun 1955 dulu yang paling getol memperjuangkan syariah Islam itu adalah semua organisasi-organisasi dan partai Islam terbesar seperti NU dan Muhamadiyah. Kedua ormas Islam ini pimpinannya dan tokohnya adalah yang paling getol memperjuankan syariah Islam di awal tahun kemerdekaan. Pada waktu 18 Agustus terjadi pencoretan tujuh kata dari Piagam Jakarta ini, kedua tokoh ormas Islam ini menentang dan marah atas pencoretan tujuh kata itu. Tapi kita tidak tahu dalam perjalan waktu seperti sekarang ini terkesan memang kedua organisasi ini tidak semangat untuk memperjuangkan syariah Islam.
Apa di antara mereka ada yang sudah terbeli asing?
Ya itu saya kira tidak menutup kemungkinan. Karena banyak sekarang ini orang-orang di ormas-ormas Islam itu tersebut yang sudah terpengaruh oleh pemikiran Barat. Yang pertama kader-kader mereka, tokoh-tokoh mereka banyak yang sudah dicomot dari (pendidikan) di Barat. Sehingga mereka-mereka inilah yang menjadi perpanjangan tangan dari kepentingan sekularisme. Yang kedua walau dia tidak belajar di Barat, akan tetapi praktek sekularisme Barat oleh mereka tidak pernah berhenti dilakukan. Kita tahu walau pun tidak sekolah di Barat, tapi jika ia menjadi tokoh pasti tidak lepas dari incaran Barat itu. Mereka berusaha untuk memerangkapnya dengan uang dan sebagainya. Ada yang memberikan tawaran-tawaran, bantuan-bantuan dan hatinya terketuk. Konsesinya perjuangan syariah itu jangan sampai di-blow up (dibesarkan) lagi. Atau dengan kata lain di petieskan lah. Karena itulah Barat pun berusaha untuk tetap mempertahankan pemberian bantuannya itu.
Bagaimana sebenarnya peran strategis tokoh-tokoh tersebut di tengah-tengah umat?
Ya mereka cukup punya peran terutama di beberapa ormas. Dan paham melihat ke atas itu, atau mengikut kepada pimpinan itu sangat besar di masyarakat kita.
Kalau begitu ketika mereka menolak syariah maka sangat berbahaya bagi umat?
Ya, sangat berbahaya.
Bisa dijelaskan maksudnya?
Ya jelas bahaya. Ketika mereka tidak bisa lagi bicara yang benar maka umat yang di bawah pun bisa mengikutinya. Kemudian juga apabila yang haq berubah menjadi batil dan batil berubah menjadi haq, disebabkan atas kata-kata atau pengungkapan para tokoh itu, ya ini jelas akan berpengaruh ke bawah. Masyarakat juga akan berdalil serupa, yang haq dikatakan batil dan yang batil dikatakan haq.
Apa yang seharusnya dilakukan umat menyikapi tokoh tersebut?
Saya kira umat Islam ini harus melihat orang itu bukan karena ketokohannya. Inilah peran dakwah dari ormas-ormas yang relatif masih bersih untuk mencerdaskan umat ini agar tidak tergantung kepada tokohnya, kepada pimpinannya. Dan tokoh Islam yang masih relatif murni tidak boleh diam. Mereka harus bisa meng-counter (melawan) pikiran orang-orang yang menolak syariah ini.
Lalu bagaimana meyakinkan para tokoh yang menolak syariah ini agar mereka kembali kepada syariah?
Ya saya kira, kita membangun komunikasi dengan mereka ini relatif terbuka dan tetap berjalan. Dan upaya untuk mencerdaskan umat pun harus tetap berjalan.
Bagaimana pandangan Islam terhadap orang yang menentang syariah?
Wah jika orang orang yang menolak syariah itu atas dasar kesadarannya ya itu bisa kufur. Ia bisa jatuh dalam bahaya kufur. Tapi apabila bukan karena kesengajaan, ya bisa barangkali masih ada celah-celah tidak jatuh pada kufur. Tapi tetap itu tidak bisa dibiarkan. Di dalam Alquran surat Al Maidah sendiri Allah menyatakan barangsiapa tidak berhukum kepada hukum Allah, maka mereka bisa kafir, fasik dan dzalim. Ayat ini ya berlaku untuk kekuasaan yang tidak mau menjalankan hukum Allah padahal berbagai hal sudah mendukung. Namun mereka memang tidak mau menjalankan hukum Allah itu. Karena penolakan mereka itu maka mereka itu dianggap kufur, fasik dzalim. Kecuali jika di sana ada hal-hal yang masih mengganjal barangkali, dan hanya sifatnya strategi, namun tujuan akhirnya tetap Islam cuma dilakukan bertahap. Namun kalau tahapan itu sendiri tidak ada, ya sama saja ia tidak berpihak kepada Islam.
Apa yang perlu kita lakukan agar umat ini tetap cinta syariah?
Ya kampanye syariah harus terus dilakukan dan tidak boleh berhenti. Itu bisa dilakukan di berbagai momentum seperi khutbah Jumat, ceramah, pengajian, lembaga pendidikan dan lain sebagainya. Bila ini terus digalakkan maka makin berkuranglah orang yang awam terhadap syariah dan orang yang cinta syariah pun makin bertambah.
Tapi faktanya kita dihadapkan dengan kalangan sendiri?
Ya betul. Pertarungan ini sampai kapan pun tidak akan pernah berakhir. Pertarungan di masyarakat itu bisa berhadapan dengan kaum kafir atau dengan kaum munafik. Pertarungan dengan kaum kafir itu tidak begitu berat. Yang lebih berat itu pertarungan melawan kaum munafik. Karena orang munafik di kita ini masih satu warna kulit, satu bahasa dengan orang mukmin, tapi hatinya berbeda. []
0 comments:
Post a Comment