Ditulis oleh: Zain Rahman el-Palembani
(Direktur Light Institut, Direktur Media Islam)
Jangka waktu yang begitu panjang kampanye 2009 telah menyeret parpol yang ada untuk menggiatkan iklan dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap partai mereka. Iklan-iklan politik pun bermunculan baik itu di media cetak, elektronik bahkan media internet. Dan paling terupdate adalah tayangan iklan partai politik PKS di sejumlah televisi nasional. Iklan politik PKS kali ini begitu menarik dan membuat pertanyaan besar. Salah satunya termuatnya gambar Soeharto sebagai guru bangsa.
Bukan apa-apa, penampilan wajah Soeharto dalam iklan tersebt dipermasalahkan. Walaupun Mahfudz Siddiq berdalih bahwa PKS mengambil sisi positip dari kepemimpinan Soeharto seperti BBM yang murah, rakyat miskin yang tidak lebih banyak dari saat ini, dan swasembada pangan. Alhasil kalau hanya melihat dari satu sisi yaitu hal-hal positif maka jelas Soeharto dapat dijadikan guru bangsa. Padahal makna guru yang berasal dari kosa kata jawa yaitu digugu dan ditiru seharusnya menjadi teladan, bahkan kehidupnya lebih banyak menjadi contoh masyarakat. Namun anehnya PKS yang dikenal sebagai partai dakwah ini mulai menampakkan kepragmatisannya terhadap dunia politik Indonesia. Karena saya rasa, para kader PKS dahulu kala semasa reformasi adalah termasuk berada dalam barisan terdepan dalam penurunan Soeharto sebagai Presiden RI.
Apalagi kalau kita melihat film Sang Murabbi di mana dahulu kader-kader PKS melakukan gerakan sembunyi-sembunyi dalam aktivitas politiknya karena begit ketatnya dan kerasnya Soeharto. Selain itu Soeharto yang beraliran islam kejawen yang tidak selaras dengan apa yang dikumandangkan oleh PKS sendiri yaitu islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-sunnah. Bahkan sejumlah wartawan istana pernah berujar bahwa beberapa waktu Soeharto jarang melaksanakan shalat.
Selain itu kasus-kasus yang melukai hati ummat muslim semasa Soeharto seharusnya menjadi ibrah bagi kita, bahwa kepemimpinan Soeharto bersifat diktator dan dzalim. Kita mungkin masih terpikirkan dengan kasus Talangsari, Lampung ataupun operasi militer Gerakan Aceh Mereka dan juga menimbulkan derita berkepanjangan masyarakat Aceh, dan tentunya kasus Tanjung Priok yang entah bagaimana penyelesaiannya hingga saat ini. Ataupun kasus-kasus tragedi lainnya semisal kasus 27 Juni, Kasus Timor Leste, petrus, dankasus-kasus lainnya. Bahkan disinyalir Soeharto berada di balik G30S/PKI serta orang penting dibalik ketidak jelasan Supersemar.
Mungkinkah PKS yang dahulu beigtu gigih dalam ideologinya telah mengalami perubahan strategi dan hanya berupaya meraup suara sebesar-besarnya hanya untuk kemenangan Pemilu 2009. Padahal seharusnya PKS sebagai partai dakwah menjadikan dan menomor satukan dakwah kemenangan hanya untu ksyiar penegakan syariat Islam. Bahkan tampaknya mayoritas penegakan perda-perda Syariat di beberapa daerah bukan disuarakan oleh PKS melainkan oleh partai Nasionalis seperti Golkar. Hal yang aneh tentunya jika pergerakan dakwah yang diusung PKS tetap bertumpu pada penegakan syariat namun pada faktanya belum mampu memberikan warna di Dewan perwakilan Rakyat baik itu di DPR, DPRD 1 dan DPRD II. Benarkah saat ini PKS telah mengalami perubahan arah orientasi mereka di DPR yang hanya menuntut perebutan kekuasaan belaka, benarkah saura-sara mereka di DPR hanya sekedar mengiyakan dan menidakkan sesuatu padahal kalau dilihat UU yang dikelarkan selama ini benar-benar tidak memperlihatkan nilai-nilai keislamannya ?
0 comments:
Post a Comment