[EDISI 396] Negeri ini sedang berubah; dari negeri yang kaya sumberdaya alam menjadi negeri yang dililit utang dan bencana alam; dari negeri yang penduduknya terkenal ramah menjadi negeri yang rakyatnya dikenal banyak yang susah; dari salah satu negeri Muslim yang disegani menjadi surga korupsi dan pornografi.
Demokrasi dan kebebasan yang diagung-agungkan sejak era reformasi ternyata tidak banyak memberikan perbaikan nasib yang berarti, apalagi berkah kepada rakyat negeri ini. Korupsi makin menjadi-jadi. Korupsi justru kini dirancang dengan apik sejak pembuatan Undang-undang. Berbagai UU seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, dan UU Penanaman Modal dibuat justru untuk memberi kepastian hukum bagi (=melindungi) para konglomerat dan kapitalis asing untuk mengeruk sumberdaya alam di negeri ini. UU ini sepertinya hanya merupakan pesanan asing yang ingin menjarah negeri ini secara legal.
UU politik dan UU pemerintahan daerah juga dibuat sedemikian rupa sehingga ranah politik dapat dijadikan bisnis dengan tingkat pengembalian modal yang tercepat di dunia. Korupsi dilakukan secara berjamaah di Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Korupsi terjadi sejak dari perancangan RAPBN hingga saat pemeriksaan hasilnya. Bahkan korupsi terjadi di kalangan aparat yang dibentuk untuk mengatasi kasus korupsi! Salah satu kasus teranyar adalah penyelidikan Kasus BLBI yang telah merugikan negara total Rp. 431,6 triliun dan dihentikan oleh Kejaksaan Agung. Ternyata belakangan, Ketua Tim Penyelidikan kasus BLBI Urip Tri Gunawan tertangkap basah oleh KPK pada 2 Maret 2008 sedang menerima suap 660 ribu dolar di rumah Syamsul Nursalim, seorang obligor besar BLBI (Jawapos, 3/3/08).
Dampak langsung dari korupsi sejak dari hulu hingga hilir ini adalah terabaikannya hak-hak rakyat. Ini bukan sekadar persoalan satu dua aparat yang tidak becus. Ini adalah persoalan sistematis akibat diterapkannya sistem yang korup dari awalnya. Berikut ini contohnya:
1. Kenaikan harga.
Pemerintah dan DPR, dengan dalih mengurangi subsidi, sepakat membatasi penggunaan minyak tanah. Masyarakat hanya akan mendapakatkan 3,04 liter/hari/rumah tangga (Kontan, 28/2/08). Kendaraan pribadi juga akan dijatah 5 liter bensin/hari dengan menggunakan smart-card. Belum sampai kebijakan ini dilaksanakan, di sejumlah daerah premium menjadi langka. Di Tana Toraja, premium meroket hingga Rp 50.000 perbotol (1 liter). (Metrotv, 27/2/08). Karena kelelahan saat antri minyak tanah di Surabaya, seorang lelaki meninggal dunia. (Trans7, 10/3/08).
Indonesia adalah produsen terbesar kelapa sawit dengan produksi 17,2 juta ton/tahun. Namun, kini jutaan rakyat kesulitan membeli minyak goreng, yang di beberapa daerah mencapai Rp 15.000,-/kg, dari semula Rp 8000,-/kg. Ribuan pedagang makanan kecil gulung tikar. (Metrotv, 8/3/08).
Anggaran PLN yang Rp 68,5 triliun dipangkas Pemerintah Rp 10 triliun. PLN pun harus membeli BBM dengan harga komersial. Akibatnya, PLN akan memberlakukan sistem insentif-disinsentif listrik yang berlaku mulai April 2008. (Media Indonesia, 6/3/08). Sistem ini akan membuat kenaikan biaya listrik yang harus dibayar pelanggan, dan kenaikan seluruh barang dan jasa yang menggunakan listrik.
2. Kelaparan.
Produksi padi pada 2006 ditaksir sekitar 54 juta ton (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007). Jika ini didistribusikan secara baik kepada 230 juta penduduk Indonesia, dan dengan asumsi susut 10% dalam pengolahan dari padi ke beras, maka setiap orang akan mendapatkan 580 gram beras/hari. Untuk memperkuat stok beras, BULOG mengimpor 1,5 juta ton beras dari Vietnam dan Thailand. Jadi, jumlah beras lebih banyak lagi.
Namun, di Makassar, seorang ibu yang sedang hamil 7 bulan dan anaknya berusia 5 tahun meninggal karena kelaparan. (Metrotv, 1/3/08). Sebanyak 2,5% dari total penduduk Indonesia dalam kondisi rawan pangan. Artinya, sekitar 5 juta rakyat negara agraris ini makan kurang dari dua kali sehari. Hal tersebut dikatakan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Departemen Pertanian Tjuk Eko Haribasuki di sela-sela seminar Pendidikan Agroforestry Strategi Menghadapi Pemanasan Global di Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, 4/3/08.
Di banyak daerah, para kepala desa tidak berani mengambil jatah raskin untuk desanya, yang telah dinaikkan harganya oleh Pemerintah dari Rp. 1000/kg menjadi Rp. 1500/kg. Di daerah lain raskin digelapkan aparat atau dijual ke pedagang di pasar.
3. Kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin bertambah dari 36,1 juta pada 2004 menjadi 39,3 juta pada 2006 dengan pendapatan Rp 151.997/orang/bulan sebagai garis kemiskinan, atau hanya sekitar seperlima dari Kebutuhan Hidup Minimum yang sebesar Rp 719.834/orang/bulan (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007).
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli memprediksi angka kemiskinan meningkat 2008 ini. Selama tiga tahun terakhir anggaran pengentasan kemiskinan naik 2,8 kali, namun jumlah orang miskin semakin meningkat. (Metrotv, 27/12/07).
4. Pengangguran.
Kemiskinan terkait erat dengan pengangguran. Angka pengangguran terbuka di Indonesia terdata 10,3% dan setengah menganggur 29,1%. Ini artinya, sekitar 39,4% angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan yang aman. Mereka yang telah memiliki pekerjaan pun hanya mendapatkan pendapatan bersih rata-rata Rp 759,999,-/orang/bulan. Sementara itu, Upah Minimum Provinsi dipatok lebih rendah dari itu, yakni rata-rata Rp 602,702,-/orang/bulan. (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007).
5. Gizi buruk dan kesehatan mahal.
Berdasarkan data Depkes, jumlah balita kurang gizi dan gizi buruk mencapai 4,1 juta jiwa (Kompas, 10/3/08). Di Temanggung Jawa Tengah, 299 anak menderita gizi buruk akut. Mereka belum tertangani karena minimnya fasilitas pelayanan (Metrotv, 9/3/08).
Contoh buruknya layanan kesehatan ini adalah rumah-rumah sakit yang menolak melayani pasien miskin, karena PT Askes menunggak askeskin hingga triliunan Rupiah. PT Askes beralasan, anggaran dari Pemerintah belum turun. Sebaliknya, Pemerintah menganggap banyak klaim rumah sakit yang terlalu besar sehingga harus diaudit dulu. Yang jelas, masyarakat miskin menjadi korban.
6. Pendidikan mahal.
Pada saat yang sama, dunia pendidikan tidak lagi dapat diharapkan menjadi salah satu alat pengentas kemiskinan. Pendidikan semakin mahal. Pendidikan sudah dipandang sebagai bisnis yang sangat menggiurkan oleh Kapitalisme global. Calon mahasiswa yang cerdas namun berasal dari kelompok mayoritas masyarakat (yang miskin) sudah pasti akan jadi korban.
Jangankan di level pendidikan tinggi, pada tingkat sekolah menengah situasinya juga memprihatinkan. Angka partisipasi sekolah penduduk berusia 13-15 tahun tidak banyak berubah, bertahan pada 84%, sedangkan pada usia 16-18 tahun 53,92%. (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007). Ini artinya, anak putus sekolah di usia SMP adalah sekitar 16% dan di usia SMA adalah 47%.
7. Kriminalitas.
Kemiskinan, pengangguran dan rendahnya pendidikan berkait erat dengan kriminalitas. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia makin penuh. Di Jawa Barat, kapasitas lapas dan rutan hanya cukup untuk 5.892 orang, namun saat ini jumlah narapidana dan tahanan mencapai 16.306 orang, yakni 11.064 narapidana dan 5.242 tahanan. (Kompas, 18/8/07).
8. Kebejatan moral, pornografi, AIDs.
Sisi lain dari kemiskinan adalah maraknya kebejatan moral. Pornografi berkembang pesat karena dianggap salah satu cara mencari uang yang mudah dan relatif aman karena belum adanya UU APP yang dapat efektif melarangnya. Hasilnya, selingkuh, perzinaan, perkosaan dan pelacuran semakin menjadi. Akibatnya, penyakit menular seksual juga makin mewabah. Penderita AIDS di Jakarta hingga akhir 2007 mencapai 4874 orang. Pada tahun 2004 jumlahnya baru 2219 orang. Korban tewas sudah 519 orang (Kompas, 8/3/08).
9. Kerusakan lingkungan dan bencana.
Saat ini banjir masih terjadi di mana-mana. Pemerintah Daerah maupun Pusat tampak tidak memiliki kemampuan dan kepekaan lagi. Mereka lebih fokus pada hiruk-pikuk Pilkada atau persiapan Pemilu 2009 daripada mengurusi rakyat daerah bencana yang mungkin dianggap tidak signifikan pada perolehan suara. Di Sidoarjo, 1063 pengungsi korban Lumpur Lapindo di luar peta dampak kini kekurangan pangan. Pemerintah menolak memberi makan karena itu dianggap tanggung jawab Lapindo (Tempo, 8/3/08).
Bandingkan semua ini dengan sikap ‘Umar ketika melihat penderitaan rakyatnya yang kelaparan saat ‘Am Ramadah (Tahun Kemarau). Dalam Sunan al-Baihaqi, dinyatakan bahwa ‘Umar telah menggelontorkan dana untuk rakyatnya yang terkena dampak kekeringan sampai hujan turun, dan mereka tidak mengalami masalah akibat kekeringan. ‘Umar juga mengunjungi mereka dengan menunggang kuda untuk melihat kondisi mereka. Saat menyaksikan mereka, beliau pun tak kuasa menahan tangis. Tatkala mereka memuji ‘Umar, beliau pun mengatakan, “Celakalah kamu, pujian itu pantas Anda lakukan kalau aku mengeluarkan dana dari hartaku atau harta al-Khaththab. Tetapi, aku hanya mengeluarkan dana dari harta Allah.” (Hr. Baihaqi, juz VI, hal. 357).
Khatimah
Negeri ini memerlukan strategi baru, misi baru, bahkan visi baru agar dapat keluar dari krisis. Demokrasi yang digembar-gemborkan selama ini jelas tidak cocok dan tidak kompatibel untuk bangsa dan negara ini. Demokrasi hanya menjadi alat legalisasi penjarahan bagi para konglomerat dan kapitalis asing. Suara rakyat hanya akan diperalat untuk meloloskan agenda-agenda busuk. Sudah saatnya kita kembali pada visi penciptaan manusia yang ditetapkan Allah dalam al-Quran. Visi itu adalah ketaatan kepada Allah dengan segala hukum yang Allah turunkan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (taat kepada)-Ku. (QS Adz-Dzariyât [51]: 56).
Ketaatan kepada Allah berarti melaksanakan seluruh syariah-Nya. Dengan menerapkan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan —dalam pengurusan negara, ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga pergaulan— kita akan terbebas dari kesulitan demi kesulitan ini. Itulah misi Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah, yang dengan izin dan pertolongan Allah akan segera tegak kembali. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
BBM Lebih Baik Naik (Kompas, 11/3/2008).
Begitulah cara berpikir kapitalis; tak peduli bakal menyengsarakan rakyat, kebijakan menaikkan harga BBM dianggap baik.
0 comments:
Post a Comment