‘Selamatkan Bangsa Melalui Gerakan Rahmatan Lil Alamin‘, demikian tema utama saat Harlah NU ke-82 di Stadion Gelora Bung Karno, Ahad (3/2). Acara yang dipadati oleh warga NU ini memang menjadikan Islam rahmatan lil Alamin sebagai tema penting Harlah NU. Tentu saja kita sepakat dengan itu. Memang benar Islam merupakan rahmatan lil alamin, rahmat bagi semua. Namun, kita juga khawatir kalau Islam rahmatan lil alamin hanya sekedar retorika politik yang tidak terwujud dalam kenyataannya. Karena itu penting bagi kita untuk menjawab bagaimana cara mewujudkan Islam sehingga benar-benar menjadi rahmat bagi semua. Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asy Syakhsiyah al Islamiyah jilid III (halaman 365), menjelaskan seluruh syariat Islam yang datang merupakan rahmat bagi hamba-Nya. Lebih lanjut beliau menjelaskan rahmat tersebut merupakan natiijah (hasil) dari penerapan syariah Islam. Karena itu, rahmatan lil alamin bukanlah illat yang menjadi perkara yang memunculkan hukum.
Hal senada terdapat dalam tafsir Fathul Qadiir ketika menjelaskan maksud firman Allah SWT : Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam“ (QS al Anbiya : 107) . Dipaparkan maksud ayat ini adalah: tidaklah Kami mengutus Engkau wahai Muhammad dengan syariah dan hukum kecuali menjadi rahmat bagi seluruh manusia. Dengan demikian Islam sebagai rahmatan lil alamin akan terwujud dengan penerapan syariah Islam, bukan yang lain.
Penerapan syariah Islam yang dimaksud tentu saja harus totalitas (menyeluruh) bukan sepotong-sepotong. Agar syariah Islam bisa terwujud secara totalitas, negara menjadi institusi penting. Dalam konteks inilah keberadaan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh menjadi penting. Tanpa negara, tanpa Khilafah yang secara formal menerapkan syariah Islam, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin tidak akan terwujud.
Para ulama dan cendekiawan Islam yang salih memahami bahwa Khilafah adalah kewajiban mendasar di antara kewajiban-kewajiban agung dalam agama Islam. Kewajiban ini bahkan merupakan kewajiban terbesar (al-fardh al-akbar) karena merupakan tumpuan bagi pelaksanaan seluruh kewajiban lain. Sebab, banyak hukum yang tidak bisa tegak tanpa adanya Khilafah seperti hukum-hukum yang terkait dengan sistem ekonomi, pendidikan, sosial, peradilan, keamanan, politik dan militer (termasuk di dalamnya jihad dan perjanjian dengan negara-negara asing), dll. Oleh karena itu, kelalaian kaum Muslim dalam melaksanakan kewajiban menegakkan Khilafah ini termasuk ke dalam salah satu dosa besar (kabâ’ir al-itsm).
Berkaitan dengan hal ini, Imam Ahmad, melalui riwayat dari Muhammad bin Auf bin Safyan al-Hamashi, mengatakan, “Fitnah akan terjadi manakala tidak ada Imam/Khalifah yang melaksanakan urusan orang banyak.” (Abu Ya’la al-Farra’, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm. 19). Ibn Taimiyah, juga menyatakan, “Upaya menjadikan kepemimpinan (Khilafah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk ber-taqarrub kepada Allah Swt. adalah sebuah kewajiban.” (Ibn Taimiyah, As-Siyâsah asy-Syar‘iyyah, hlm. 161).
Adalah keliru memahami Islam rahmatan lil alamin bisa terwujud tanpa Khilafah. Sama kelirunya, menganggap penerapan syariah Islam oleh negara secara formal sebagai ancaman. Justru tanpa negara bagaimana mungkin syariah Islam secara menyeluruh (bukan hanya aspek ritual, moral, dan individual) bisa terwujud.
Islam rahmatan lil ‘alamin bukanlah Islam yang mereduksi syariah Islam hanya aspek individual. Bukan pula Islam yang memilih tunduk kepada Barat dengan mereduksi jihad dalam pengertian qital (perang) menjadi hanya perang melawan hawa nafsu. Sebab jihad dalam pengertian qital (perang) adalah kewajiban syariah. Bukan pula Islam yang diam saja ketika Barat menjajah kaum muslim dengan Ideologi Kapitalismenya. Sebab, syariah Islam mewajibkan umat Islam untuk menerapkan hanya syariah Islam dan bukan ideologi musuh-musuh Islam. Singkatnya, Islam rahmatan lil alamin akan terwujud dengan penerapan syariah Islam oleh Daulah Khilafah Islam (farid wadjdi)
0 comments:
Post a Comment